Ingatlah kematian. Demi Dzat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya,
kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa
sedikit dan banyak menangis.(Rasulullah SAW)
Ada seorang teman yang rajin beribadah. Shalatnya tak lepas dari
linang air mata, tahajud tak pernah putus, bahkan anak dan istrinya
pun diajak pula berjamaah di masjid. Selidik punya selidik, ternyata
saat itu dia sedang menanggung utang. Di antara ibadah-ibadahnya itu
dia selipkan doa-doa agar utangnya segera terlunasi. Selang beberapa
lama, alhamdulillah Allah berkenan melunasi utang teman tersebut.
Sayangnya begitu utang terlunasi, doanya mulai jarang serta hilang
pula motivasi ibadahnya. Awalnya, kalau kehilangan shalat tahajud ia
sedih bukan main. Lama-kelamaan ia malah senang karena jadwal tidur
menjadi cukup. Sebelum adzan biasanya sudah ke masjid, tapi akhir-
akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. Hari berikutnya ketika
adzan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok harinya, ketika
adzan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun
memutuskan untuk shalat di rumah.
Saudaraku sahalus-halus kehinaan di sisi Allah adalah tercerabutnya
kedekatan kita dengan-Nya. Awalnya terlihat dari menurunnya kualitas
ibadah. Ilmu yang dapat membuatnya takut kepada Allah tidak
bertambah. Maksiat pun mulai dilakukan. bila Imam Ibnu Athaillah
berkata, Rontoknya iman ini akan terjadi pelan-pelan, terkikis-kikis
sedikit demi sedikit sampai akhirnya tanpa terasa habis tanpa
tersisa.
Kalau ibadah sudah tercerabut satu persatu, maka inilah tanda mulai
tercerabutnya hidayah dari Allah. Selanjutnya mudah ditebak,
ketahanan penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya tak lagi
terjaga, mata jelalatan tidak terkendali, emosi pun mudah membara.
Apalagi tatkala shalat, yang merupakan benteng dari perbuatan keji
dan munkar, mulai lambat dilakukan atau bahkan mulai ditinggalkan.
Ibadah yang lain nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah
ia dalam keadaan hilang keyakinannya kepada Allah. Inilah yang
disebut su'ul khatimah (jelek di akhir), naudzhubillah. Apalah
artinya hidup kalau berakhir tragis seperti ini.
Kita bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut. Mengingat mati sangat
efektif dalam mengerem perbuatan maksiat kita. Bagaimana kalau tiba-
tiba kita mati, padahal kita sedang maksiat? Tidak takutkah kita mati
su'ul khatimah? Ternyata ingat mati menjadi bagian yang sangat
penting setelah doa dan ikhtiar dalam memelihara iman di hati.
Rasulullah SAW mengingatkan para sahabat untuk mengingat kematian.
Suatu hari beliau mendapati sekumpulan orang yang sedang tertawa-
tawa. Beliau bersabda, Ingatlah kematian. Demi Dzat yang nyawaku
berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku
ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis.
Mengingat mati akan membuat kita lebih terkendali. Ada semacam rem
untuk tidak melakukan maksiat. Kita pun akan lebih terarahkan untuk
melakukan hanya yang bermanfaat saja. Kalau kita lihat para 'arifin
dan salafus shalih, mengingat mati bagi mereka, seumpama seorang
pemuda yang menunggu kekasihnya. Di mana seorang kekasih tidak pernah
melupakan janji kekasihnya. Menjelang kematiannya, Sahabat Hudzaifah
berkata lirih, "Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah
beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya Allah, jika Engkau
tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku
sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada
kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu.
Semoga kita digolongkan Allah SWT sebagai orang yang akan memperoleh
khusnul khaatimah sebagai Pengendali.
Tuesday, January 30, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment